Senin, 03 November 2014

Sampah

Perjalanan pulang kerja dari Kapuk Cengkareng ke rumah hampir selalu bertemu dengan truk sampah yang bergerak dari Jakarta Barat ke Bantar Gebang.

Tidak pernah ada hal menarik selain aroma sampah yang membuat pernafasan agak tidak nyaman.

Namun saat melihat sebuah truk dengan aroma khasnya, dibagian bawah ada tulisan,

"Lebih baik hidup dari sampah dari pada hidup sebagai sampah"

Dalam sekali ya?

Kita tidak membahas tentang 'sampah masyarakat' dulu. Lebih menarik untuk membahas 'hidup dari sampah' dulu.

Tulisan beberapa tahun yang lalu tentang tempat pembuangan sampah akhir Bantar Gebang langsung terbayang jelas di mata.

Saat kami bakti sosial hanya sekitar 5 jam saja disana, pulangnya kami makan ditempat yang berjarak sekitar 10 km dari sana kami masih dirubung lalat.

Bisa Anda bayangkan para pengangkut sampah, pemulung dan pengurus sampah di pasar-pasar yang 24 jam mereka lalui dengan bersentuhan sampah.

Apa aroma mereka kira-kira ya?

Nah, persoalan penting saat ini adalah betapa kacau dan repotnya kalau mereka tidak ada. Sementara kita sudah terbiasa terima bersih, bahkan ngomel kalau sampah terlambat diangkut, bukan?

Ok, mungkin kita harus lebih apresiasi terhadap mereka yang mengurusi sampah kita.

Kalau bau sampah di jalanan?

Ya, pakai maskerlah Om...

Pagi, Sukses n God Bless You All

Tidak ada komentar:

Posting Komentar