Sabtu, 21 Maret 2015

Pilihan (Copas Mr.Ario)

Pada suatu waktu aku disuruh seseorang memilih 1 dari 3 pilihan:

1. Pergi ke masjid untuk shalat Jumat.

2. Mengantar pacar.

3. Mengantar tukang becak miskin ke rumah sakit akibat tabrak lari.

"Mana yg Anda pilih?"

Sambil merenung sebentar lalu kujawab,

"Ya nolong orang kecelakaan"

"Tapi sampeyan kan dosa karena tidak sembahyang?" Kejar org itu.

"Ah, mosok Gusti Allah ndeso gitu," jawabku.

"Kalau saya memilih shalat Jumat, itu namanya mau masuk surga tidak ngajak-ngajak.

Dan lagi belum tentu Tuhan memasukkan ke surga orang yg memperlakukan sembahyang sebagai credit point pribadi.

Bagi kita yang menjumpai orang yang saat itu juga harus ditolong, Tuhan tidak berada di mesjid, melainkan pada diri orang yang kecelakaan itu.

Kata Tuhan:

Kalau engkau menolong orang sakit, Aku-lah yang sakit itu.

Kalau engkau menegur orang yang kesepian, Aku-lah yang kesepian itu.

Kalau engkau memberi makan orang kelaparan, Aku-lah yang kelaparan itu.

Kriteria kesalehan seseorang tidak hanya diukur lewat shalatnya. Standar kesalehan seseorang tidak melulu dilihat dari banyaknya dia hadir di kebaktian atau misa.

Tolok ukur kesalehan hakikatnya adalah output sosialnya:

-kasih sayang sosial,
-sikap demokratis,
-cinta kasih,
-kemesraan dengan orang lain,
-memberi,
-membantu sesama.

Idealnya, orang beragama itu seharusnya memang mesti shalat, ikut misa, atau ikut kebaktian, tetapi juga tidak korupsi dan memiliki perilaku yg santun dan berkasih sayang.

Agama adalah akhlak. Agama adalah perilaku. Agama adalah sikap. Semua agama tentu mengajarkan kesantunan, belas kasih, dan cinta kasih sesama.

Bila kita cuma puasa, shalat, baca al-quran, pergi ke kebaktian, ikut misa, datang ke pura. Menurut saya, kita belum layak disebut orang yang beragama. Tetapi, bila saat bersamaan kita tidak mencuri uang negara, menyantuni fakir miskin, memberi makan anak-anak terlantar, hidup bersih, maka itulah orang beragama.

Ukuran keberagamaan seseorang sesungguhnya bukan hanya dari kesalehan personalnya, melainkan juga kesalehan sosial.

Orang beragama adalah orang yang bisa menggembirakan tetangganya. Orang beragama ialah orang yang menghormati orang lain, meski beda agama. Orang yang punya solidaritas dan keprihatinan sosial pada kaum mustadh'afin (kaum tertindas). Juga tidak korupsi dan tidak mengambil yang bukan haknya.

Karena itu, orang beragama mestinya memunculkan sikap dan jiwa sosial tinggi. Bukan orang-orang yang meratakan dahinya ke lantai masjid, sementara beberapa meter darinya, orang-orang miskin meronta kelaparan.

Itulah jawabanku!

Benarkah?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar