Kamis, 11 Juni 2015

PESAN CINTA orang SEDERHANA (Copas Mr.Ifa Farm Ebod Jateng)

“Gratis Mbok...?? “, si Barjo bertanya heran. 
“Ya, kenapa? Makan aja apa yang kamu suka “
"Wah, terimakasih Mbok. Terimakasih…”
Si Mbok tersenyun riang ketika memperhatikan Barjo, langganannya yang biasa berhutang di warungnya, sekarang menyantap makanan dengan lahapnya. Mungkin kali ini pria itu dapat menikmati makanannya dengan tanpa beban. 
Keringat meleleh di keningnya.
“Jo... “
“Ya Mbok. Ada apa? Apa ini hanya guyonan saja Mbok?“ 
Barjo melongo ke arah si Mbok dengan bingung dan mulut yang masih terisi nasi. Si Mbok tetap tersenyum.
“Ini Catatan Bon kamu ya?" tanya si Mbok dengan tersenyum. 
“Ya Mbok. Aku ndak ada duit sekarang. “
“Ya, aku tahu. Kamu memang selalu ndak ada uang akhir-akhir ini. Ya sudah, bon kamu aku hapus“ jawab simbok dengan senyum.
“Hapus? “ teriak Barjo dengan bengong. 
“Wah, lelucon apa lagi ini Mbok. Jangan bikin aku jantungan Mbok. Gratis saja aku sudah bingung…lah sekarang bonku dihapus, lagi. “
“Ya ..kamu ndak perlu jantungan. Terima aja. Aku senang kok” Jawab simbok.
Hari itu ada hampir 40 orang yang datang makan di warung Mbok Mijah. Mereka semua adalah supir bajaj, pemulung, pedagang asongan, pengamen jalanan dan tukang minta-minta yang biasa nongkrong di sudut jalan. Semua menikmati makanan dengan gratis. Bahkan sebagian dari mereka yang punya catatan hutang dinyatakan dihapus oleh simbok. 
Keceriaan jelas sekali terpancar diwajah si Mbok. Pemandangan tersebut di atas aku saksikan sendiri sambil asyik menikmati kopi hangat. Mereka yang datang seakan tidak memperdulikan ku. Tapi tidak ada satupun ekspresi wajah dari mereka yang luput dari perhatianku.
Hari itu memang aku sengaja datang ke warung si Mbok. Si Mbok hampir tidak percaya ketika aku datang pagi pagi. Sebelum pelanggannya datang. 
"Maksud mas?“ tanya si Mbok dengan sedikit terkejut. 
"Ya Mbok. Aku ingin tahu berapa jumlah penjualan Si Mbok bila seluruh makanannya habis terjual?” tanyaku tanpa memperdulikan keterkejutannya. 
“Rp.400.000,- Den. Tapi tidak semua simbok terima karena sebagian dihutangin”  
“Ok. Berapa jumlah catatan hutang dari semua pelanggan siMbok“ tanyaku lagi. 
“Ada Rp.700.000,-“ jawabnya lagi tapi masih bingung. 
“Ok. Nah ini saya beri uang Rp. 1.500.000.“ kataku sambil memberikan uang itu kepadanya. 
“Oh.. Untuk apa ini Mas…” 
Sekarang benar-benar bingung dia. 
“Aku hanya ingin memberikan uang ini kepada Si Mbok. Karena dalam keadaan sulit si Mbok masih bisa berbuat baik sama orang. Si Mbok bisa ngutangin orang yang butuh makan walau simbok sendiri tidak tahu kapan orang itu akan membayar”  
Sambil memperhatikan wajahnya yang berseri dalam kebingungan. Kupegang tangannya dan menyerahkan uang itu. 
“Nah, apa yang akan siMbok lakukan dengan uang ini“ sambung ku. 
“Si Mbok hanya ingin memberi kesempatan semua langganan makan gratis hari ini. Menghapus semua hutang mereka” jawabnya. 
“Mengapa?“ 
Sekarang aku yang bingung. 
“Simbok orang miskin. Simbok pengen bersedekah tapi ndak pernah bisa. Wong hidup juga sulit begini“  
Ketika senja mulai berangkat malam. Aku melangkah menjauhi sudut jalan itu. Aku termenung. 
Selama ini kita begitu hebatnya menggunakan retorika bahwa kita peduli dengan si miskin. Kita marah kepada ketidak-adilan. Tapi kita tidak berbuat banyak. Tapi sebetulnya kehadiran Tuhan tetap ada di lingkungan si miskin. Dengan kesahajaan di antara mereka dan cara mereka, mereka berbagi untuk saling peduli. Itu. 
Negeri ini kuat karena rahmat Tuhan yang meniupkan pesan cinta ke hati siapapun untuk saling berbagi. Masalahnya ada yang bisa membaca pesan itu dan ada yang tidak membacanya. 
Si Mbok adalah contoh bahwa pesan cinta Tuhan dibacanya dengan baik, walau sedikit yang dia punya itulah yang dia bagi...dan dia bahagia karena itu. 
Memang cinta selalu menyehatkan dan menentramkan walau harus dengan memberi sesuatu dimana pada waktu yang bersamaan diri sendiri juga sangat membutuhkannya. 
"Berbagi tidak harus menunggu kaya" 

I'm just resharing, may God bless us all.. Dari grup sebelah..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar